Kedudukan Shalat dalam Islam
KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM
Oleh
Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah hamba dan utusan -Nya. Amma Ba’du:
Islam telah mengagungkan kedudukan shalat, menempatkannya dalam posisi yang mulia dan meninggikan derajatnya, dia adalah rukun Islam yang paling agung setelah dua kalimat syahadat.
عن ابن عمر رضي الله عنهما؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu didirikan atas lima pondasi, bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla dan bersaksi bahwa Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam adalah utusan Allah Shubhanahu wa ta’alla, mendirikan shalat, menunaikan zakat , berhaji dan melaksnakan puasa ramadhan”.[1]
Shalat adalah ibadah pertama yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Shubhanahu wa ta’alla pada hari kiamat.
عن عبد الله بن قرط رضي الله عنه؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أولُ ما يحاسبُ بهِ العبدُ يومَ القيامةِ الصَّلاةُ ، فإنْ صَلَحَتْ ، صَلَحَ سائِرُ عَمَلِه ، و إنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سائِرُ عَمَلِه
Dari Abdullah bin Qarth radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Amal ibadah yang pertama yang akan dihisab oleh Allah pada hari kiamat adalah shalatnya, jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya yang lain dan jika shalatnya rusak maka rusaklah seluruh amalannya yang lain”.[2]
Shalat adalah pembeda antara seorang muslim dengan orang yang kafir.
قال الله تعالى : فَاِنْ تَابُوْا وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ فَاِخْوَانُكُمْ فِى الدِّيْنِ ۗوَنُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. [At-Taubah/9: 11]
عن جابر رضي الله عنه؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: بينَ الرجلِ وبينَ الشركِ والكفرِ تركُ الصلاةِ
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Di antara seseorang dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat”.[3]
Shalat sebagai pembatas antara seseorang dengan kemaksiatan.
قال الله تعالى : اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ
dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. [Al-Ankabut/29: 45]
Dan akhir pesan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada saat beliau menghadapi sakaratul maut adalah: “Jagalah shalat, jagalah shalat dan budak-budak yang kalian miliki”.[4]
Ibadah shalat memilki keutamaan yang sangat agung, yaitu
Sebagai penghapus dosa dan kesalahan.
قال الله تعالى : وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.[Hud/11: 114]
عن أبي هريرة رضي الله عنه؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ هَلْ يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَىْءٌ.” قَالُوا لَا يَبْقَى مِنْ دَرَنِهِ شَيْءٌ قَالَ فَكَذَلِكَ مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِنَّ الْخَطَايَا
Dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Bagaimanakah pendapat kalian jika ada sebuah sungai di hadapan pintu salah seorang di antara kalian dan dia mandi padanya lima kali sehari, maka apakah akan ada daki yang tertinggal pada badannya?.Para shahabat berkata: Tidak ada daki yang tertinggal pada jasadnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Itulah perumpamaan shalat lima waktu di mana Allah Ta’ala menghapuskan kesalahan dengannya”.[5]
Di antara keutamaan shalat ini adalah bahwa dia akan menjadi cahaya yang menerangi seorang hamba.
عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْحَارِثِ بْنِ عَاصِمٍ الأَشْعَرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: الطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ، وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأُ الْمِيْزَانَ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ للهِ تَمْلأَنِ –أَوْ تَمْلأُ- مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ، وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعُ نفْسَهُ فَمُقْتِقُهَا أَوْ مُوْبِقُهَا
Dari Abi Malik Al-Asy’ari radhiallahu anhu bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman, al-hamdulillah memenuhi mizan, ucapan subhanallah dan alhamdulillah memenuhi jarak yang ada di antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, shadaqah adalah bukti keimanan, kesabaran adalah cahaya, Al-Qur’an adalah pembela bagimu atau sebagai penuntutmu, setiap manusia keluar pada pagi harinya, maka dia menjual dirinya atau memerdekakannya atau membinasakannya”.[6]
Di antara keutamaan shalat ini adalah bahwa dengan shalat, zakat dan puasa seseorang akan sampai pada tingkat shiddiqin dan syuhada’. Dari Abi Hurairah radhiallahu anhu bahwa dua orang lelaki dari suku Bali asal Qudha’ah masuk Islam di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan salah seorang di antara mereka masuk Islam sementara lelaki yang lain diakhirkan sehingga satu tahun. Thalhah bin Ubaidillah berkata, “Maka surga diperlihatkan kepadaku dan aku melihat bahwa orang yang mati syahid belakangan dimasukkan ke dalam surga terlebih dahulu sebelum temannya yang mati syahid. Maka akupun terheran-heran dengan apa yang aku saksikan di dalam mimpiku tersebut atau kejadian tersebut diceritakan kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan beliau bersabda, “Bukankah dia telah berpuasa pada bulan ramadhan, dan dia telah shalat sejumlah enam ribu rekaat, dan shalat sunnah ini dan ini?.[7]
Shalat wajib dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan oleh syara’. Allah Ta’ala berfirman:
قال الله تعالى : اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. [An-Nisa/4: 103].
Al-Bukhari berkata, “Waktu tertentu yang telah ditentukan bagi mereka. Dan shalat pada waktunya adalah amal ibadah yang paling disenangi oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُود رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: ” سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ؟ قَالَ: الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا، قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ، قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata: Aku bertanya kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla?. Shalat pada waktunya”. Kemudian apa lagi?. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Berbakti kepada kedua orang tua”. Kemudian amal apa lagi?. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab: Jihad di jalan Allah”.[8]
Di antara hadits yang menjelaskan tentang ancaman terhadap orang yang mengakhirkan shalat adalah hadits panjang yang menjelaskan tentang mimpi Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan di dalam hadits tersebut dijelaskan:
أَتَانِي اللَّيْلَةَ آتِيَانِ وَإِنَّهُمَا ابْتَعَثَانِي وَإِنَّهُمَا قَالَا لِي انْطَلِقْ وَإِنِّي انْطَلَقْتُ مَعَهُمَا وَإِنَّا أَتَيْنَا عَلَى رَجُلٍ مُضْطَجِعٍ وَإِذَا آخَرُ قَائِمٌ عَلَيْهِ بِصَخْرَةٍ وَإِذَا هُوَ يَهْوِي بِالصَّخْرَةِ لِرَأْسِهِ فَيَثْلَغُ رَأْسَهُ فَيَتَهَدْهَدُ الْحَجَرُ هَا هُنَا فَيَتْبَعُ الْحَجَرَ فَيَأْخُذُهُ فَلَا يَرْجِعُ إِلَيْهِ حَتَّى يَصِحَّ رَأْسُهُ كَمَا كَانَ ثُمَّ يَعُودُ عَلَيْهِ فَيَفْعَلُ بِهِ مِثْلَ مَا فَعَلَ الْمَرَّةَ الْأُولَى – ثم قالا له -: أَمَّا الرَّجُلُ الْأَوَّلُ الَّذِي أَتَيْتَ عَلَيْهِ يُثْلَغُ رَأْسُهُ بِالْحَجَرِ فَإِنَّهُ الرَّجُلُ يَأْخُذُ الْقُرْآنَ فَيَرْفُضُهُ وَيَنَامُ عَنْ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ
“Aku didatangi oleh dua orang pada malam ini dan mereka berdua menyuruh aku pergi dan mereka berdua berkata kepadaku: Pergilah, maka akupun pergi bersama mereka berdua dan kami mendatangi seorang lelaki yang berbaring terlentang, sementara lelaki lain berdiri dengan membawa sebuah batu besar. Lelaki itu mengambil batu tersebut lalu memukulkannya pada kepalanya sehingga kepala lelaki yang tertidur tersebut terpecah lalu kepalanya menggelinding ke sana kemari, lelaki itu mengikuti gelindingan batu lalu mengambilnya dan dia tidak kembali kepada lelaki yang terbaring tersebut sehingga kepalanya kembali seperti semula dan dia kembali kepadanya dan lelaki melakukan seperti apa yang dilakukannya sebelumnya. Kemudian dua orang yang mengikutiku berkata kepadanya, “Adapun lelaki pertama yang engkau datangi dan memecah kepalanya dengan batu, itulah lelaki yang membaca Al-Qur’an lalu meninggalkannya dan tertidur terhadap shalat yang diwajibkan”.[9]
قال الله تعالى : وَاِذَا كُنْتَ فِيْهِمْ فَاَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلٰوةَ فَلْتَقُمْ طَاۤىِٕفَةٌ مِّنْهُمْ مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُوْٓا اَسْلِحَتَهُمْ ۗ فَاِذَا سَجَدُوْا فَلْيَكُوْنُوْا مِنْ وَّرَاۤىِٕكُمْۖ وَلْتَأْتِ طَاۤىِٕفَةٌ اُخْرٰى لَمْ يُصَلُّوْا فَلْيُصَلُّوْا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوْا حِذْرَهُمْ وَاَسْلِحَتَهُمْ ۗ وَدَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْ تَغْفُلُوْنَ عَنْ اَسْلِحَتِكُمْ وَاَمْتِعَتِكُمْ فَيَمِيْلُوْنَ عَلَيْكُمْ مَّيْلَةً وَّاحِدَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِنْ كَانَ بِكُمْ اَذًى مِّنْ مَّطَرٍ اَوْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَنْ تَضَعُوْٓا اَسْلِحَتَكُمْ وَخُذُوْا حِذْرَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ اَعَدَّ لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًا
Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan satu rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu, jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang sakit; dan siap-siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. [An-Nisa/4: 102].
Allah Ta’ala menjelaskan di dalam ayat ini tentang wajibnya mendirikan shalat berjama’ah baik dalam keadaan perang, maka mendirikan shalat berjama’ah dalam keadaan damai lebih utama.
عن أبي هريرة رضي الله عنه؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ علَى المُنَافِقِينَ صَلَاةُ العِشَاءِ، وَصَلَاةُ الفَجْرِ، ولو يَعْلَمُونَ ما فِيهِما لأَتَوْهُما ولو حَبْوًا، وَلقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بالصَّلَاةِ، فَتُقَامَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فيُصَلِّيَ بالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي برِجَالٍ معهُمْ حُزَمٌ مِن حَطَبٍ إلى قَوْمٍ لا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ، فَأُحَرِّقَ عليهم بُيُوتَهُمْ بالنَّارِ.
Dari Abi Hurairah radhiallahu anhu, bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafiq adalah shalat isya’ dan shalat fajar, seandainya mereka mengetahui keutamaan yang terdapat padanya niscaya mereka pasti mendatanginya walau dengan cara merangkak. Sungguh aku ingin untuk memerintahkan mendirikan shalat kemudian memerintahkan seorang lelaki untuk menjadi imam shalat, sementara aku pergi bersama sekelompok lelaki lain yang membawa kayu bakar menuju kaum yang tidak menghadiri shalat berjama’ah agar aku membakar rumah-rumah mereka dengan api”.[10]
Sebagian ahlul ilmi berkata : Sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam tidak berangan-angan untuk mengancam orang yang meninggalkan shalat berjama’ah kecuali karena mereka telah melakukan suatu dosa yang besar.
Dan disebutkan di dalam hadits yang menjelaskan tentang mereka yang akan dinaungi oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla pada hari kiamat pada saat tidak ada naungan kecuali naungan dari -Nya bahwa di antara mereka adalah seorang lelaki yang hatinya selalu bergantung dengan mesjid[11]. Dan mesjid adalah rumah Allah Shubhanahu wa ta’alla dan orang yang memasukinya berarti dirinya adalah tamu bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, Tuhannya, maka tidak ada hati yang paling baik, tidak ada jiwa yang paling bahagia daripada seseorang yang menjadi tamu bagi Tuahnnya di dalam rumah -Nya dan di bawah perlindungan -Nya.
عن أبي الدرداء رضي الله عنه؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: اَلْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ وَتَكَفَّلَ اللهُ لِمَنْ كَانَ الْمَسْجِدُ بَيْتَهُ بِالرُّوْحِ وَالرَّحْمَةِ وَالْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ اِلَى رِضْوَانِ اللهِ اِلَى الْجَنَّةِ
Dari Abi Darda’ radhiallahu anhu bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Mesjid adalah rumah bagi setiap orang yang bertaqwa, dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menjamin bagi setiap orang yang menjadikan mesjid sebagai rumahnya untuk mendapat rahmat dan kasih sayang -Nya serta melewati titian shirat menuju keridhaan Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mengantarkannnya ke dalam surga”.[12]
Jamuan tamu ini terjadi di dunia di mana orang yang menjadi tamu Allah Shubhanahu wa ta’alla akan merasakan ketenangan, kebahagiaan dan kelapangan dada, sementara di akherat kelak akan mendapat kemuliaan dan kenikmatan. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[Disalin dari الصلاة ومكانتها في الإسلام Penulis Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penerjemah Muzaffar Sahidu, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2011 – 1432]
______
Footnote
[1] Shahih Bukhari 1/20 no: 8 dan shahih Muslim 1/45 no: 16 no: 16
[2] HR. Al-Thabrani di dalam kitab Al-Ausath 2/240 no: 1859 dan dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullah di dalam kitab Al-Shahih no: 1358
[3] Shahih Muslim: 1/88 no: 82
[4] HR. Ibnu Majah: 2/900 no: 2697
[5] Shahih Bukhari 1/184 no: 528 dan shahih Muslim 1/463 no: 667
[6] Shahih Muslim 1/203 no: 223
[7] Musnad Imam Ahmad bin Hambal: 2/333
[8] Shahih Bukhari 1/184 no: 527 dan shahih Muslim 1/89 no: 85
[9] Shahih Bukhari 4/311 no: 7047
[10] Shahih Bukhari 1/218 no: 657 dan shahih Muslim 1/452 no: 632
[11] Shahih Bukhari 1/219 no: 657 dan shahih Muslim 1/415 no: 1031
[12] Al-Thabrani di dalam kitab Al-Kabir 6/254 no: 6143 dan Al-Munziri berkata di dalam kitab targib wa Tarhib 1/298 diriwayatkan oleh Al-Thabarni di dalam Al-Kabir wal Ausath dan Al-Bazzar. Dan dia berkata: Sanadnya hasan seperti yang dikatakan oleh Al-Tabrani rahimhullah. Dihasankan oleh Al-Albani rahimhullah di dalam kitab shahihut targib wa tarhib no: 1/253 no: 330
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/51372-kedudukan-shalat-dalam-islam-2.html